
BANGKOK – Mahkamah Konstitusi Thailand pada Selasa (1/7/2025) memutuskan untuk menangguhkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya, sambil menunggu hasil penyelidikan dugaan pelanggaran etika terkait bocornya percakapan telepon dengan seorang tokoh senior Kamboja. Pengadilan menerima pengajuan petisi terkait kasus ini secara bulat, dan dalam keputusan 7-2, para hakim memutuskan untuk menskors Paetongtarn dari tugasnya sebagai perdana menteri.
Pengadilan memberi tenggat waktu 15 hari bagi Paetongtarn untuk menyampaikan bukti yang mendukung pembelaannya.
Paetongtarn tengah menghadapi tekanan publik akibat caranya menangani konflik perbatasan terbaru dengan Kamboja, yang memuncak pada bentrokan bersenjata 28 Mei lalu dan menewaskan seorang tentara Kamboja.
Kebocoran percakapan telepon dengan Ketua Senat Kamboja Hun Sen saat proses diplomasi berlangsung memicu reaksi keras dari publik serta rentetan keluhan resmi.
Selain menjabat sebagai perdana menteri, Paetongtarn juga ditunjuk sebagai Menteri Kebudayaan dalam kabinet barunya. Namun, statusnya sebagai menteri kini dipertanyakan karena ketidakjelasan apakah ia dapat melanjutkan perannya di tengah penyelidikan.
Kontroversi terkait isi percakapan telepon tersebut mencuat akibat komentarnya tentang seorang komandan militer wilayah dan kesan bahwa ia berusaha meredakan ketegangan dengan menyenangkan pihak Hun Sen.
Pada Sabtu lalu, ribuan demonstran konservatif dengan pandangan nasionalis turun ke jalan di pusat Bangkok, menuntut agar Paetongtarn mengundurkan diri.
Di sisi lain, Kantor Komisi Anti-Korupsi Nasional juga tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Paetongtarn, yang jika terbukti, bisa berujung pada pencopotan permanen dari jabatannya.
Tahun lalu, Mahkamah Konstitusi Thailand juga memberhentikan perdana menteri sebelumnya karena pelanggaran etika. Lembaga peradilan Thailand, terutama Mahkamah Konstitusi, sering dianggap sebagai benteng kekuasaan kaum royalis dan dinilai kerap digunakan untuk menghambat atau menjatuhkan lawan-lawan politik.