Liputan98.com – Jumlah korban jiwa akibat banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera terus meningkat. Berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin, 1 Desember 2025, tercatat 604 orang meninggal dunia, sementara 464 orang masih hilang. Angka ini menjadikan bencana tersebut salah satu yang paling mematikan sepanjang dekade terakhir.
Korban Terbanyak Berasal dari Sumatera Utara
BNPB melaporkan bahwa Sumatera Utara (Sumut) menjadi wilayah dengan jumlah korban meninggal paling tinggi, yakni 283 jiwa, disusul oleh Sumatera Barat (165 jiwa) dan Aceh (156 jiwa). Jumlah korban hilang juga signifikan, terutama di Aceh dan Sumut, yang masing-masing mencatat lebih dari 150 warga belum ditemukan. Data korban luka mencapai lebih dari 2.600 orang.
Selain korban jiwa, bencana ini juga berdampak pada lebih dari 1,5 juta warga yang terdampak langsung maupun tidak langsung. Sekitar 570.000 orang terpaksa mengungsi ke lokasi-lokasi penampungan sementara.
Kerusakan Infrastruktur Meluas
Laporan sementara menunjukkan kerusakan yang sangat parah pada infrastruktur. Ribuan rumah warga hancur atau rusak berat:
- 3.500 rumah rusak berat
- 4.100 rumah rusak sedang
- 20.500 rumah rusak ringan
Selain itu, sejumlah jembatan, sekolah, tempat ibadah, fasilitas publik, hingga akses jalan antar-kecamatan putus, membuat proses penyaluran bantuan logistik terhambat.
Banjir Dipicu Cuaca Ekstrem dan Kerusakan Lahan
Badan Meteorologi dan Klimatologi mencatat bahwa curah hujan ekstrem yang dipicu oleh badai regional dan kelembapan tinggi di Samudra Hindia menjadi penyebab utama banjir bandang besar ini. Kombinasi antara topografi perbukitan, pembukaan lahan, dan sedimentasi sungai memperparah besarnya aliran air dan material lumpur.
Banjir kali ini menghasilkan arus yang “cukup kuat untuk menyeret kendaraan dan menghancurkan rumah-rumah di bantaran sungai”.
Sementara laporan internasional lainnya menyebut bahwa skala kerusakan memperlihatkan bahwa bencana ini adalah salah satu yang terburuk di Asia Tenggara tahun 2025.
Proses Evakuasi Semakin Sulit
Tim SAR, TNI, Polri, relawan lokal, hingga organisasi kemanusiaan internasional terus melakukan pencarian dan evakuasi. Namun medan yang berat membuat pekerjaan mereka berliku:
- Tumpukan material longsor menghalangi alat berat
- Banyak desa terisolasi
- Sinyal komunikasi tidak stabil
- Persediaan makanan dan air bersih menipis
Beberapa wilayah masih harus ditempuh lebih dari enam jam berjalan kaki karena akses jalan terputus. Sejumlah warga yang selamat melaporkan bahwa mereka terjebak di atap rumah atau pohon selama berjam-jam sebelum dievakuasi.
Kesaksian Warga yang Selamat
Media lokal dan internasional mewartakan berbagai kisah dramatis penyelamatan. Sebagian warga menggambarkan arus banjir sebagai “gelombang lumpur yang datang dalam hitungan detik”.
Ada juga kesaksian warga yang menggambarkan kekuatan banjir sebagai arus yang “bahkan bisa membunuh seekor gajah”, menegaskan betapa dahsyatnya bencana ini.
Pemerintah Kerahkan Upaya Maksimal
Pemerintah pusat telah menetapkan status darurat di beberapa wilayah terdampak serta mempercepat distribusi bantuan:
- Pendampingan keluarga korban
- Pembangunan pos kesehatan
- Pengiriman logistik darurat
- Pemulihan akses jalan dan jembatan
- Penetapan zona aman sementara
BNPB juga memperingatkan potensi banjir susulan akibat hujan yang masih turun di sejumlah wilayah.
Tragedi Besar yang Belum Berakhir
Meski data resmi terbaru menyebutkan 604 korban meninggal, angka ini berpotensi bertambah karena ratusan warga masih dinyatakan hilang. Upaya pencarian masih terus dilakukan, dan pemerintah mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap cuaca ekstrem dalam beberapa hari mendatang.





