Liputan98.com – Jakarta, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan fakta mengejutkan tentang carut-marutnya tata kelola bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Dari total anggaran Rp 500 triliun, hanya separuhnya yang benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak. Sisanya? Hilang entah ke mana akibat berbagai penyimpangan, mulai dari data ganda hingga penerima yang tidak memenuhi syarat.
Selama lima tahun terakhir, saya melihat sendiri betapa besar tantangan dalam menyalurkan bansos dengan efektif. Dari total Rp 500 triliun, hanya separuh yang benar-benar diterima oleh yang berhak. Masalah utama? Data ganda, penerima tak memenuhi syarat, hingga mereka yang bahkan tak punya NIK, ujar Luhut dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (8/2/2025).
Solusi Digitalisasi: Tak Ada Lagi Data Ganda dan Salah Sasaran
Untuk mengakhiri kebocoran ini, pemerintah tengah mengembangkan Data Terpadu Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sistem digital yang mengintegrasikan berbagai data bansos, termasuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
DTSEN akan diuji silang dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dari Kementerian Dalam Negeri guna memastikan keakuratan penerima bansos. Dengan sistem ini, penerima bantuan akan diverifikasi secara menyeluruh berdasarkan data kependudukan, pendidikan, dan pekerjaan.
Saya bersyukur BPS telah menyelesaikan finalisasi integrasi data ini. Dengan langkah ini, bansos bisa lebih tepat sasaran dan tidak lagi disalahgunakan, kata Luhut.
Bansos Terintegrasi: Tak Bisa Lagi Dapat Bantuan Dobel
Pemerintah juga akan menyinkronkan data bansos dengan program perlindungan sosial lainnya, seperti bantuan sembako, subsidi listrik, dan LPG. Tujuannya agar setiap bantuan diberikan sesuai kebutuhan dan tidak ada penerima yang mendapatkan bantuan dobel.
Langkah ini merupakan bagian dari proyek Government Technology (GovTech), yang ditargetkan rampung pada Agustus mendatang. Sistem ini akan menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan bansos lebih transparan, akurat, dan bebas penyimpangan.
Dengan digitalisasi ini, tidak ada lagi ruang bagi kebocoran anggaran. Setiap rupiah harus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan, tegas Luhut.
Dengan perbaikan ini, pemerintah berharap distribusi bansos akan lebih efisien dan berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta stabilitas ekonomi nasional. Apakah ini akan menjadi titik balik bagi tata kelola bansos di Indonesia? Kita tunggu hasilnya! (Red)