Indonesia Siap Pangkas Produksi Nikel, Harga Global Bakal Meledak?

Liputan98.com – Jakarta, Langkah pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi ulang Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel 2025 langsung mengguncang pasar global. Pasalnya, kebijakan ini berpotensi memangkas produksi bijih nikel, yang merupakan bahan baku utama industri baterai dan baja tahan karat.

Tak butuh waktu lama, para analis internasional mulai menghitung dampaknya. Jim Lennon, analis senior dari Macquarie Bank Ltd, London, memperkirakan bahwa jika Indonesia benar-benar memangkas produksi hingga 150 juta ton per tahun, harga nikel di London Metal Exchange (LME) bisa meroket hingga US$ 20.000 per ton.

Bacaan Lainnya

Kekhawatiran di Kalangan Pelaku Industri

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengungkapkan bahwa kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku industri tambang dan investor. Pasalnya, banyak perusahaan telah mendapatkan RKAB untuk 2025, yang seharusnya berlaku hingga 2026.

Kalau tiba-tiba pemerintah memangkas RKAB yang sudah disetujui, ini bisa bikin chaos. Perusahaan sudah mengalokasikan produksi, kalau ditarik kembali, akan ada efek domino yang besar, ujar Meidy.

Indonesia saat ini adalah pemain utama dalam pasar nikel global. Meidy menegaskan bahwa jika produksi bijih nikel tidak dikelola dengan baik, bukan hanya harga global yang terdampak, tetapi juga stabilitas industri nikel olahan seperti Nickel Matte, Nickel Pig Iron (NPI), Feronikel, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), dan Nikel Sulfat.

Pemerintah: Belum Ada Pemangkasan, Hanya Evaluasi

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap evaluasi. Menurutnya, pemerintah ingin memastikan bahwa RKAB disesuaikan dengan kebutuhan industri, tanpa mengabaikan kepentingan pengusaha lokal.

Pemangkasan belum ada, yang ada adalah menjaga keseimbangan antara permintaan industri dan kapasitas yang ada, sambil tetap memperhatikan pengusaha lokal, ujar Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/1/2025).

Bahlil juga menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal agar bisa menjual produknya. Pemerintah berencana menerapkan sistem distribusi yang lebih adil, misalnya jika suatu perusahaan memiliki RKAB 20 juta ton, maka hanya 60% yang bisa digunakan untuk stok pabrik sendiri, sementara 40% sisanya harus dibeli dari masyarakat lokal.

Kalau tidak ada aturan ini, pengusaha lokal bisa kesulitan menjual hasil tambangnya, tambahnya.

Harga Nikel Siap Terkerek?

Dengan Indonesia sebagai pemain dominan dalam rantai pasok nikel dunia, kebijakan ini berpotensi mengubah peta perdagangan global. Jika pemangkasan benar-benar terjadi, bukan hanya harga nikel yang melonjak, tetapi juga industri yang bergantung pada komoditas ini, seperti kendaraan listrik dan stainless steel, bisa terdampak signifikan.

Pasar kini menunggu keputusan final dari pemerintah Indonesia. Akankah pemangkasan produksi benar-benar terjadi? Jika iya, bersiaplah menyaksikan gejolak harga nikel yang lebih besar di tahun 2025! (Red)

Pos terkait