Liputan98.com – BEIJING, Gelombang perusahaan Amerika Serikat (AS) yang mempercepat langkah memindahkan pabrik keluar dari China semakin nyata. Berdasarkan survei terbaru Kamar Dagang AS (AmCham) di China, sebanyak 30 persen responden sudah mempertimbangkan atau mulai mendiversifikasi lokasi manufaktur mereka pada 2024. Angka ini memecahkan rekor sebelumnya, yakni 24 persen pada 2022.
Dikutip dari CNBC pada Kamis (23/1/2025), fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari ketegangan geopolitik antara AS dan China, hingga dampak pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan rantai pasokan global. “Covid-19 menjadi salah satu pemicu terbesar karena perusahaan menyadari perlunya diversifikasi rantai pasokan mereka. Tren ini tidak menunjukkan tanda-tanda melambat,” ujar Michael Hart, Presiden AmCham China yang berbasis di Beijing.
Pandemi membuat China memberlakukan kebijakan lockdown ketat dan pembatasan perjalanan internasional, sehingga banyak perusahaan mulai mencari lokasi alternatif. India dan negara-negara Asia Tenggara muncul sebagai destinasi favorit relokasi pabrik. Bahkan, survei menunjukkan peningkatan jumlah perusahaan yang mempertimbangkan relokasi ke AS, dari 16 persen pada 2023 menjadi 18 persen pada 2024.
Trump Kembali Naikkan Tarif
Ketegangan geopolitik kembali meningkat setelah Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden AS pada 5 November 2024. Minggu ini, Trump mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif sebesar 10 persen terhadap barang-barang dari China. Kebijakan ini direncanakan berlaku pada 1 Februari 2025.
Trump sebelumnya telah memulai perang dagang dengan China pada masa jabatan pertamanya, yang berimbas pada lonjakan diversifikasi pabrik oleh perusahaan AS sejak 2017.
Sebagian Besar Masih Bertahan
Namun, meski tren relokasi meningkat, mayoritas perusahaan AS masih memilih bertahan di China. Sebanyak 67 persen responden survei menyatakan mereka tidak berencana memindahkan pabrik mereka, meski angka ini turun 10 persen dibandingkan tahun lalu.
Survei tahunan AmCham China yang dilakukan dari 21 Oktober hingga 15 November 2024 melibatkan 368 perusahaan. Temuan ini menggarisbawahi bagaimana ketegangan geopolitik, kebijakan ekonomi, dan kebutuhan diversifikasi terus memengaruhi dinamika investasi dan manufaktur global.
China kini menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan posisinya sebagai pusat manufaktur dunia, di tengah persaingan ketat dengan kawasan Asia lainnya dan kebijakan proteksionisme dari AS. (Red)