Liputan98.com – Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan keberhasilan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah diterapkan sejak 2020. Tak hanya mendorong peningkatan penerimaan pajak, kebijakan ini juga memperkuat kinerja berbagai sektor strategis di Indonesia.
Dalam unggahannya di akun Instagram resminya, @smindrawati, Rabu (23/1), Menkeu mengungkapkan bahwa penerimaan pajak dari sektor yang mendapat manfaat HGBT melonjak dari Rp37,16 triliun pada 2020 menjadi Rp65,06 triliun pada 2023.
“Kebijakan HGBT dilihat secara komprehensif dari aspek korporasi, ekonomi, dan fiskal,” kata Sri Mulyani.
Dampak Positif di Berbagai Sektor
Sri Mulyani menyebutkan sektor ketenagalistrikan, pupuk, baja, dan petrokimia sebagai kontributor terbesar terhadap penerimaan pajak tersebut. Selain itu, kebijakan HGBT juga meningkatkan Net Profit Margin (NPM) sektor industri, dari 6,21 persen pada 2020 menjadi 7,53 persen pada 2023.
Industri pupuk mencatat kenaikan paling signifikan dengan NPM sebesar 12,73 persen pada 2023, diikuti oleh sektor sarung tangan karet (11,36 persen) dan kaca (11,24 persen).
Ketahanan Ekonomi Nasional Meningkat
Lebih jauh, Menkeu menyoroti peran HGBT dalam mendukung ketahanan ekonomi nasional. Misalnya, HGBT untuk PLN membantu menjaga ketahanan energi, sementara untuk sektor pupuk mendukung ketahanan pangan nasional.
“APBN terus bekerja keras untuk memberikan manfaat bagi masyarakat, mendukung industri, serta memperkuat perekonomian Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Tantangan Fiskal dan Komitmen Pemerintah
Meski memberikan manfaat besar, Menkeu mengakui ada konsekuensi fiskal dari kebijakan HGBT, seperti penurunan pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Namun, pemerintah tetap berkomitmen mendukung penguatan industri nasional agar lebih kompetitif dan efisien.
“Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara mendukung industri dan menjaga kesehatan APBN agar tetap kuat dalam menjalankan tugas pembangunan,” tambahnya.
Penerapan HGBT Sejak 2020
HGBT mulai diterapkan pada 2020 berdasarkan Perpres No.121/2020, menyasar sektor ketenagalistrikan dan tujuh sektor strategis: pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, serta sarung tangan karet. Dari kebijakan ini, PLN menjadi penerima manfaat terbesar (49 persen), diikuti sektor pupuk (37 persen), keramik (5,4 persen), dan petrokimia (5 persen).
Dengan dampak positif yang terus dirasakan hingga kini, kebijakan HGBT semakin menegaskan perannya sebagai salah satu instrumen penting dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Keberlanjutan dan keseimbangan antara manfaat bagi industri dan pengelolaan fiskal menjadi tantangan yang terus diupayakan pemerintah. (Red)