Tak Mau Gegabah, Indonesia Pilih Diplomasi Hadapi Tarif AS

Liputan98.com – Jakarta, 6 April 2025 — Di tengah tekanan kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Amerika Serikat dan akan berlaku 9 April mendatang, Pemerintah Indonesia mengambil langkah cermat. Alih-alih melawan dengan retaliasi, Indonesia memilih jalur diplomasi dan negosiasi. Tujuannya jelas: mencari solusi yang menguntungkan tanpa mengorbankan kepentingan jangka panjang.

Dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang digelar secara virtual pada Minggu (6/4), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan rencana aksi cepat dan strategis.

Bacaan Lainnya

“Kita diberi waktu sangat singkat hingga 9 April untuk memberikan respons. Tim sudah bekerja dengan mempertimbangkan berbagai hal, termasuk arus impor dan investasi dari AS,” ujar Airlangga.

Pemerintah kini tengah melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, serta aktif menjalin komunikasi dengan United States Trade Representative (USTR), U.S. Chamber of Commerce, dan negara mitra lainnya. Semua ini dilakukan demi memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap sinkron dengan kepentingan nasional, menjaga stabilitas ekonomi, dan melindungi iklim investasi.

Sektor industri padat karya seperti apparel dan alas kaki yang rentan terhadap dinamika pasar global menjadi perhatian utama. Pemerintah berkomitmen memberikan insentif yang tepat sasaran agar industri ini tetap kompetitif dan mampu bertahan.

Menariknya, tidak semua produk asal Indonesia terkena tarif baru ini. Beberapa barang dikecualikan, antara lain produk medis dan kemanusiaan, serta komoditas strategis seperti baja, aluminium, tembaga, semikonduktor, farmasi, hingga energi dan mineral yang langka di AS.

Pemerintah juga menggarap sisi dalam negeri: mengundang asosiasi pelaku usaha dalam forum sosialisasi pada 7 April. Forum ini akan menjadi ruang diskusi terbuka untuk menghimpun masukan, terutama dari sektor-sektor ekspor unggulan yang terdampak.

“Kami ingin suara industri ikut terlibat dalam penyusunan kebijakan. Ini harus responsif, inklusif, dan tidak terburu-buru,” kata Airlangga.

Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar respons resmi Indonesia dikirim sebelum batas waktu, namun tetap berada dalam kerangka deregulasi yang berkelanjutan dan aman secara fiskal.

Tak hanya fokus ke Amerika, Pemerintah juga melihat peluang di benua lain. Eropa, yang menjadi pasar ekspor terbesar kedua setelah China dan AS, kini menjadi target pembukaan pasar baru.

“Ini bisa jadi momentum memperluas akses pasar Indonesia. Kita perlu alternatif yang lebih besar,” pungkas Airlangga.

Rakortas ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Investasi Rosan Roeslani, Menteri Perdagangan Budi Santoso, serta Ketua OJK Mahendra Siregar.

Pos terkait