Liputan98.com – Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan diperpanjang tahun ini, meskipun dengan penyesuaian harga. Akibat kenaikan harga gas dunia, tarif HGBT yang sebelumnya US$ 6 per MMBTU akan naik, meski masih dalam rentang terjangkau untuk industri strategis.
“HGBT kita sedang formulasikan. Prinsipnya diperpanjang, namun harga HGBT-nya ada penyesuaian. Tidak lagi US$ 6 karena harga gas dunia sedang naik,” ujar Bahlil seusai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Rabu (22/1/2025).
Penyesuaian Harga untuk Energi dan Bahan Baku
Bahlil menjelaskan, untuk gas yang digunakan sebagai energi, harganya kemungkinan akan dipatok sekitar US$ 7 per MMBTU. Sementara itu, gas untuk bahan baku diperkirakan akan lebih rendah, yaitu sekitar US$ 6,5 per MMBTU.
“Gas untuk energi kemungkinan besar dalam rancangan kami sekitar US$ 7. Sedangkan untuk bahan baku di bawah US$ 7, yaitu sekitar US$ 6,5,” tambahnya.
Tujuh Sektor Strategis Tetap Jadi Prioritas
Bahlil menegaskan bahwa kebijakan HGBT tetap difokuskan pada tujuh sektor strategis: pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Menurutnya, sektor-sektor ini dinilai paling vital dalam memanfaatkan harga gas murah untuk mendukung daya saing industri dalam negeri.
“Sektornya tetap tujuh, tidak kita perluas. Pernah diminta untuk diperluas, tapi kami sedang menghitung produksi dan permintaan dalam negeri. Tujuh sektor sudah final,” ujarnya.
Dukungan Pemerintah untuk Industri Nasional
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa teknis perpanjangan HGBT saat ini sedang disusun. Ia memastikan kebijakan ini akan mulai berlaku pada kuartal I-2025.
“Keputusan sudah ada, tapi teknisnya sedang disusun. Masa berlaku akan segera diumumkan, kemungkinan mulai kuartal ini,” jelas Airlangga.
Langkah Strategis di Tengah Tekanan Global
Perpanjangan HGBT menjadi salah satu langkah strategis pemerintah untuk menjaga daya saing industri nasional di tengah fluktuasi harga gas dunia. Dengan tetap mendukung tujuh sektor utama, kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi tekanan biaya produksi sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perekonomian global.
Kini, perhatian tertuju pada pengumuman resmi teknis kebijakan ini, yang akan menentukan arah industri strategis Indonesia di tahun 2025. Apakah langkah ini cukup untuk menyeimbangkan kenaikan harga global dan kebutuhan domestik? (Red)