Liputan98.com – Jakarta, Kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi pusat perhatian dunia setelah secara mengejutkan memperluas tarif impor terhadap sejumlah negara. Dampak dari langkah tersebut terasa seketika di pasar global, memicu gelombang koreksi tajam pada bursa saham dunia, terutama di Wall Street.
Dalam rentang waktu 2 hingga 4 April 2025, pasar saham Amerika mengalami tekanan ekstrem. Indeks Nasdaq Composite mencatat penurunan paling tajam, amblas hingga 11,4% atau sekitar 2.013 poin. Tak jauh berbeda, indeks Small Cap 2000 merosot 10,7% atau 218 poin, sementara S&P 500 jatuh 10,5% atau 597 poin, menghapus nilai pasar sekitar US$ 5 triliun.
Dow Jones Industrial Average juga tak sanggup bertahan dari tekanan tersebut. Indeks ini kehilangan 3.910 poin atau setara penurunan 9,3%. Menurut laporan Reuters, investor memilih langkah defensif dengan mengalihkan dana mereka ke aset aman seperti obligasi pemerintah.
Bursa Eropa dan Asia Terseret Arus Negatif
Guncangan pasar tidak berhenti di AS. Bursa saham Eropa ikut terjun bebas, mencerminkan kepanikan global. Bursa Italia (FTSEMIB) terkoreksi 9,9%, sedangkan indeks Denmark (OMXC25) dan Jerman (DAX) masing-masing turun 8,5% dan 7,8%. Indeks WIG20 Polandia mengalami kejatuhan paling dalam di kawasan Eropa, yakni 10,2%.
Sementara itu, pasar saham Asia juga tidak bisa menghindar dari dampak kebijakan Trump. Nikkei 225 Jepang anjlok 5,5% atau 1.945 poin. Bursa Vietnam (VN30) turun 7%, dan bursa-bursa utama Tiongkok mencatat penurunan lebih ringan sekitar 1%.
IHSG Masih Libur, Analis Beda Pandangan
Pasar Indonesia sendiri belum merespons perkembangan global tersebut karena tengah memasuki masa libur panjang Idulfitri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terakhir diperdagangkan pada 27 Maret dan baru akan dibuka kembali pada 8 April mendatang.
Meski begitu, para analis memiliki pandangan berbeda terkait potensi dampak terhadap IHSG. Kepala Investasi Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe, menilai pengaruh kebijakan tarif Trump terhadap Indonesia tidak akan signifikan. Ia menekankan bahwa ekspor Indonesia ke AS tergolong kecil, dan bahwa pergerakan IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen domestik.
“Dampak dari tarif tersebut akan sangat kecil. Justru sentimen dalam negeri yang selama ini lebih dominan menggerakkan pasar,” jelas Kiswoyo.
Berbeda pandangan, analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana justru menilai IHSG tetap berisiko tertekan. Ia mengatakan bahwa kebijakan tarif bersifat global dan berpotensi menimbulkan efek domino ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Pengumuman tarif oleh Trump sangat mungkin menekan pasar, sebagaimana bursa Asia lainnya juga ikut tertekan,” ujar Herditya.
Dengan kondisi global yang masih panas dan ketidakpastian pasar yang tinggi, semua mata kini tertuju pada pembukaan perdagangan IHSG pekan depan. Pasar menanti, apakah Indonesia akan ikut terseret badai, atau justru mampu bertahan dengan dukungan sentimen domestik.