Liputan98.com – Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan mengalami tekanan signifikan pada awal pekan depan, menyusul meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan dagang baru dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump kembali memicu ketegangan internasional dengan memberlakukan tarif impor terhadap seluruh negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Pengamat pasar keuangan, Ibrahim Assuaibi, menilai kebijakan tersebut akan berdampak langsung terhadap pergerakan IHSG. Ia memprediksi bahwa IHSG berpotensi terkoreksi di kisaran 2-3% saat pembukaan perdagangan pada Senin, 8 April 2025.
“Langkah Trump memicu kekhawatiran pelaku pasar terhadap eskalasi perang dagang. Ini jelas memberikan tekanan pada pasar modal, termasuk Indonesia,” ujar Ibrahim kepada Investortrust.id, Kamis (3/4/2025).
Ibrahim juga menyoroti pentingnya peran Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self Regulatory Organization (SRO) dalam melakukan pengawasan intensif terhadap gejolak global. Menurutnya, dinamika eksternal seperti ini tidak hanya memengaruhi pasar domestik, tapi juga seluruh pasar saham di kawasan Asia.
Senada dengan Ibrahim, analis pasar modal William Hartanto dari WH Project turut mengungkapkan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, sebagai mitra dagang utama Indonesia, kebijakan proteksionis AS bisa memicu perlambatan ekonomi yang berdampak negatif terhadap IHSG.
“Efeknya bisa sangat luas. Ketika ekspor terganggu, sentimen investor pun ikut tertekan,” ujar William.
Selain berdampak pada bursa saham, tekanan dari perang dagang ini juga menjalar ke pasar valuta asing. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan menyentuh angka Rp 16.900 dalam waktu dekat. Ibrahim menyebut bahwa potensi intervensi Bank Indonesia baru akan terlihat setelah pasar kembali dibuka pekan depan.
Di sisi lain, sektor komoditas khususnya emas justru menunjukkan penguatan tajam. Ketidakpastian global membuat investor berbondong-bondong mencari aset aman. Harga emas dunia disebut telah menembus level US$ 3.180 per troy ons dan diperkirakan bisa naik hingga US$ 3.200 dalam beberapa hari ke depan.
“Investor mencari perlindungan dari potensi inflasi akibat lonjakan tarif. Emas jadi pilihan utama,” tambah Ibrahim.
Situasi ini menandakan bahwa pelaku pasar harus bersiap menghadapi volatilitas tinggi dan memperhatikan pergerakan global secara cermat, terutama menjelang pembukaan perdagangan pekan depan.