Liputan98.com, Skandal korupsi besar kembali mengguncang Indonesia. Kali ini, kasus dugaan korupsi di tubuh PLN menjadi sorotan setelah diungkap oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kalimantan Barat yang seharusnya menjadi sumber energi bagi masyarakat justru berubah menjadi sumber kerugian negara senilai Rp 1,2 triliun.
Investigasi yang Mengarah ke Jejeran Petinggi PLN
Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang menyelidiki kasus ini secara intensif. Pemeriksaan terhadap sejumlah petinggi PLN Pusat telah dimulai sejak awal Februari 2025.
“Masih dalam tahap penyelidikan,” ujar Arief singkat, namun mengindikasikan bahwa kasus ini berpotensi mengungkap lebih banyak fakta mengejutkan.
Tak hanya PLTU di Kalimantan Barat, Kortastipidkor Polri juga tengah menelusuri dua perkara lain yang masih berkaitan dengan PLN.
Proyek Bermasalah Sejak Awal
Skandal ini berakar pada lelang proyek PLTU 1 Kalbar 2×50 MW pada tahun 2008. Meski KSO BRN memenangkan lelang, ada dugaan kuat bahwa perusahaan ini tidak memenuhi syarat prakualifikasi serta evaluasi administrasi dan teknis. Namun, kontrak tetap diteken pada tahun 2009 dengan nilai fantastis: USD 80 juta dan Rp 507 miliar (setara Rp 1,2 triliun dengan kurs saat ini).
Yang lebih mencurigakan, setelah mendapat proyek, PT BRN justru mengalihkan pengerjaan ke pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok. Namun, berbagai kendala muncul hingga akhirnya proyek ini mangkrak sejak 2016.
Akankah Ada Tersangka?
Dengan kerugian negara yang begitu besar, publik menunggu langkah tegas aparat hukum. Apakah penyelidikan ini akan berujung pada penetapan tersangka? Ataukah kasus ini akan bernasib sama seperti skandal korupsi besar lainnya yang berakhir tanpa kejelasan?
Yang jelas, terbengkalainya proyek ini bukan sekadar soal uang yang hilang, tetapi juga dampak langsung bagi masyarakat yang seharusnya mendapatkan akses listrik yang lebih baik. Jika korupsi terus dibiarkan, pembangunan nasional akan terus tersendat, sementara kepentingan rakyat terabaikan.
Akankah kali ini hukum benar-benar ditegakkan? Masyarakat menunggu jawabannya.