Liputan98.com – Washington, D.C. – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap staf Voice of America (VOA) serta media lain yang didanai pemerintah AS. Kebijakan ini merupakan bagian dari perintah eksekutif yang memangkas pendanaan untuk United States Agency for Global Media (USAGM), badan yang menaungi VOA.
Dampak Langsung
• Penonaktifan Karyawan
Lebih dari 1.300 jurnalis dan staf VOA telah diberhentikan secara tiba-tiba. Mereka tidak lagi memiliki akses ke email kerja dan sistem internal kantor.
• Penghentian Siaran
Dengan adanya pemotongan ini, operasi penuh waktu VOA dihentikan, menyebabkan siaran ke Asia dan Timur Tengah terhenti.
Alasan Pemerintah
Pihak Gedung Putih beralasan bahwa VOA telah menunjukkan bias politik dan bahwa media yang didanai pemerintah tidak lagi relevan di era digital. Trump menegaskan bahwa pemangkasan anggaran ini bertujuan untuk mengurangi pengeluaran negara dan menghilangkan media yang dianggap partisan.
Kritik dan Kekhawatiran
Langkah ini mendapat kecaman dari berbagai pihak. Michael Abramowitz, direktur VOA, menyebut pemangkasan ini sebagai “pembungkaman pertama dalam 83 tahun”. Para kritikus menilai kebijakan ini akan merusak upaya AS dalam menyebarkan berita independen di negara-negara yang memiliki media terbatas.
Reaksi Internasional
• Dukungan Rusia
Kremlin menyatakan bahwa pemotongan dana untuk Radio Free Europe/Radio Liberty (RFE/RL) merupakan masalah internal AS dan menegaskan bahwa media tersebut tidak populer di Rusia.
• Kecaman dari Organisasi Pers
Beberapa organisasi internasional menilai langkah Trump ini dapat mengancam kebebasan pers dan pengaruh AS dalam diplomasi informasi global.
Kesimpulan
PHK massal ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan media pemerintah AS dan menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kebebasan pers di negara tersebut. Dengan VOA yang kini berhenti beroperasi, peran media AS dalam menyebarkan informasi ke seluruh dunia dipertaruhkan.